Rabu, 07 Maret 2012

10 Rahasia Terbesar Pramugari

Teman-teman pernah membaca kisah Steven Slater, pramugara JetBlue Airlines yang nekad keluar dari pesawat karena kesal dengan ulah penumpang? Muak dengan ulah seorang penumpang perempuan yang sulit diatur, Slater meraih intercom untuk mengucapkan selamat tinggal, mengambil bir di dapur, lalu membuka pintu pesawat, menggelar parasut untuk evakuasi, lalu meluncur keluar. Saat itu, JetBlue Flight 1052 baru mendarat di bandara JFK, New York City, dari Pittsburgh, dan sedang berjalan perlahan menuju gate di bandara. Insiden tersebut membuat Slater ditahan oleh polisi.
Ulah Slater memang sangat tidak bertanggungjawab, namun alasan di balik tindakan nekadnya bisa dimengerti. Ulah penumpang yang semaunya sendiri memang menjadi santapan sehari-hari awak kabin di penerbangan manapun. Maka, untuk membuat penerbangan menjadi aman dan nyaman (serta tepat waktu), ada baiknya anda mengetahui apa saja yang dihadapi pramugara-pramugari di atas pesawat.
 1. Memastikan keselamatan penumpang
Apa pekerjaan seorang pramugari? Mereka memang bertugas melayani kebutuhan dan kenyamanan Anda selama di dalam pesawat, tetapi yang terpenting adalah memastikan keselamatan Anda. "Orang sering menganggap peraturan di dalam pesawat itu mengganggu, tapi sebenarnya ada alasan di balik setiap aturan tersebut, yaitu menjaga keselamatan Anda," ujar Sara Keagle, mantan pramugari yang juga pemilik blog TheFlyingPinto.com.

2. Bekerjasama akan sangat membantu
Bagian paling sulit dalam suatu penerbangan adalah boarding, karena proses penyimpanan bagasi bisa sangat merepotkan. "Jika penumpang mau bekerjasama, dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, itu akan membuat pekerjaan kami jauh lebih mudah, dan membantu penerbangan tepat pada waktunya," ujar Teresa, mantan pramugari yang pernah bekerja untuk Delta Air Lines. Anda bisa membantu penumpang lain seperti tidak berlama-lama berdiri di lorong ketika akan menyimpan barang di overhead bin. Bantu juga penumpang yang kesulitan menyimpan barangnya. 

3. Bukan restoran di udara
Selalu ingat bahwa penerbangan bukanlah suatu tempat fine dining. Menurut Ellen, mantan pramugari dari United Airlines, airlines tidak selalu menyiapkan 100 persen pilihan hidangan yang ada di buku menu. Jadi, Anda harus menerima jika apa yang Anda minta tidak tersedia. "Anda sedang berada di atas 747, bukan di 7-Eleven," tukas Gary, mantan pramugara dari airlines yang sama. 

4. Jangan lupa "tolong" dan "terima kasih"
Tugas pramugari memang melayani Anda, tetapi bukan berarti mereka bisa disuruh-suruh oleh penumpang. "Sangat berarti buat saya kalau orang membalas sapaan 'Selamat pagi' ketika saya menegur mereka," ujar Lisa Lent, seorang pramugari. Menurut Teresa, penumpang pun sering membawakan hadiah kecil seperti permen untuk awak kabin. Atau, menawarkan majalah yang sudah selesai dibaca. Hal-hal kecil itulah yang membuat pramugari merasa dihargai. 

5. Mabuk di atas ketinggian 35.000 kaki
"Karena high altitude, pengaruh alkohol memang sangat terasa ketika Anda terbang," papar Fanny Delaunay, mantan pramugari Air France. Jika Anda mulai terlihat mabuk atau sulit diatur, pramugari bertanggungjawab untuk mengontrol situasi tersebut. Kalau pramugari juga sudah melihat bahwa Anda terlalu banyak minum, mereka akan tetap memberikan minuman, tetapi tidak sepenuhnya berisi alkohol. "Kami mungkin hanya mencelup tepi gelas dalam vodka atau gin, lalu mengisi sisanya dengan campuran lain," kata Ellen. 


6. Mata dan telinga pilot
Jangan lupa, flight attendant bertugas memastikan keselamatan Anda, bukan melayani semua kebutuhan Anda. Mereka telah menjalani training, termasuk pelatihan untuk kondisi medis darurat, CPR (Cardiopulmonary resuscitation), dan cara mengevakuasi dari pesawat.

"Karena kebanyakan penerbangan tidak menemui masalah keamanan, untungnya, sebagian orang meyakini bahwa kami ini hanya tukang membawa bagasi dan penyaji minuman, dan tidak menyadari bahwa pramugari itu dilatih untuk menjamin keselamatan dan kenyaman penumpang," ungkap Agnes Huff, PhD, mantan pramugari US Airways dan Pacific Southwest Airlines.
Menurut Sara Keagle, karena pilot tidak bisa melihat ke dalam area penumpang, mereka bergantung pada mata dan telinga pramugari. Pramugarilah yang harus waspada dengan apa yang terjadi di dalam pesawat, dan menginformasikan pilot bila ada situasi darurat.
 7. Intim saat takeoff dan landing
Meskipun baru bertemu di atas pesawat selama beberapa menit, hal-hal mengejutkan bisa terjadi antara pramugari dan penumpang. Mendadak pramugari bisa menjadi sahabat penumpang, seolah-olah sudah kenal bertahun-tahun. "Saya pikir kepercayaan itu datang setelah mengetahui bahwa kami saling bahu-membahu dalam kondisi darurat," tutur Gary. Menurutnya, pembicaraan paling intim terjadi saat takeoff, taxiing (ketika pesawat baru mendarat dan berjalan perlahan menuju gate di bandara) dan landing. Saat itulah terjadi ikatan antara penumpang dan awak kabin.


8. Masuk toilet harus ada waktunya
Anda tahu kan, ketika sudah diumumkan untuk mengencangkan sabuk pengaman, masih ada saja penumpang yang justru masuk ke toilet. Padahal, kejadian ini bisa membuat penerbangan ditunda. Jika seseorang sedang menggunakan toilet, pramugari harus memberitahu pilot, dan pilot harus menghentikan pesawat (jika sudah bersiap takeoff) sampai penumpang kembali ke kursinya dan mengencangkan sabuk pengaman.

Bukan hanya itu, menggeser-geser kereta makanan seberat 150 kg kembali ke dapur hanya karena ada satu penumpang yang ingin menggunakan toilet, adalah hal paling mengganggu buat mereka.

 9. Tiga kali lipat lebih lelah
Duduk di dalam pesawat selama berjam-jam bukan hanya membosankan bagi penumpang, tetapi juga untuk pramugari. Pramugari biasanya sudah harus siap di pesawat satu jam sebelum penumpang bersiap untuk penerbangan, bahkan beberapa jam sebelumnya mereka sudah harus ada di bandara. Jadi jika Anda merasa lelah, kalikan kelelahan itu tiga kali untuk memahami betapa melelahkan tugas seorang pramugari.

10. Bertemu penumpang adalah hal paling menyenangkan
"Salah satu bagian favorit saya dari pekerjaan ini adalah mendapatkan obrolan yang berarti dengan orang-orang yang menyenangkan," kata Fanny. Mungkin karena didorong ketakutan untuk terbang, atau karena keajaiban di atas udara, sehingga orang cenderung terbuka dan senang bercerita mengenai dirinya. Pramugari banyak belajar hal baru dari sini.


source: http://female.kompas.com/read/xml/2010/08/18/1834051/10.rahasia.terbesar.pramugari

Inilah penemu virus computer

Kita banyak mengetahui nama-nama virus yang banyak kita ketahui dan juga virus selalu menyerang komputer kita sendiri. Dan juga kita tidak tahu dari mana asal virus itu dan siapa pembuat virus itu. Disini akan menceritakan sedikit siapa orang yang pertama kali membuat virus.

Elk Cloner dinyatakan sebagai salah satu virus mikro komputer yang menyebar luas keluar dari ruan lingkup tempat pembuatanya. Dibuat pada tahun 1982 oleh seorang murid Sekolah Menengah Atas yang berumur 15 tahun. Ia bernama Rich Skrenta. Virus yang ia buat, saat itu ditujukan untuk sistem komputer Apple II.

Saat itu Skrenta tidak lagi dipercaya oleh teman-temannya. Hal itu disebabkan oleh kelakuannya yang secara ilegal membagikan game dan software, ia pun sering menggunakan floppy disk untuk mematikan komputer atau untuk menampilkan kata-kata mengejek pada layar. Akhirnya Skrenta pun memikirkan metode untuk melakukannya tanpa floppy disk agar ia tidak dicurigai.

Selama libur musim dingin di Mt. Lebanon High School,Pennsylvania,Amerika, Skrenta menemukan bagaimana cara menampilkan pesan secara otomatis di komputernya. Dan akhirnya dia menemukan apa yang dewasa ini disebut sebagai boot sector virus, dan mulai untuk menyebarkannya di kalangan teman satu sekolahnya serta di sebuah club komputer.

Dari sumber yang didapat virus itu cepat tersebar dan sukses menginfeksi floppy disk orang-orang yang ia kenal, termasuk guru matematikanya. Virusnya banyak merepotkan korban yang terinfeksi. Dapat dibayangkan bagaimana repotnya karena saat itubelum ada satupun antivirus. Virus elk cloner ini hanya dapat dihapus secara manual dengan langkah yang rumit.

Elk Cloner menyebar dengan cara menginfeksi sistem operasi Apple II dengan tehnik boot sector virus. Artinya jika kita melakukan booting komputer menggunakan floppy disk yang sudah terinfeksi maka virus akan secara otomatis terkopi ke memory. Dan apabila ada floppy disk bersih dimasukan ke komputer virus akan mengkopi dirinya ke floppy itu.

Komputer yang terinfeksi akan menampilkan sebuah puisi dilayar saat booting ke 50. Sobat, orang yang pertama kali membuat permasalahan tentang Virus yang telah menjangkiti banyak Komputer di dunia,, tapi kita juga tidak patut menyalahkannya,, Karena memang kemajuan teknologi di zaman semakin canggih.



source: http://www.aditechnov.co.cc/2010/05/inilah-dia-orang-yang-pertama-kali.html

Rabu, 01 September 2010

Heartland theory N Lebensraum

Karl Ernst Houshofer, The Heartland Theory

Di mata pemerintahan Inggris, Doktor Weismann merupakan tokoh yang sangat dihormati karena penemuannya akan acetone, sebuah cairan kimia yang dibutuhkan dalam proses pembuatan cordite—sebuah propelan yang bersifat eksplosif yang amat berguna bagi sistem persenjataan Inggris. Dan kemenangan Inggris dalam Perang Dunia I (1914-1918) tidak lepas dari penemuan Weismann.

Perdana Menteri Inggris David Lyod-George mengundang Weismann dan mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang teramat tinggi. Pemerintah Inggris memberi pakar kimia Yahudi itu sejumlah uang, dan bahkan berjanji bahwa apa pun permintaan Weismann, Inggris akan berupaya sekuat mungkin mengabulkannya.

Sebagai seorang aktivis gerakan Zionisme, kesempatan ini tidak disia-siakan Weismann. "Hanya satu yang saya inginkan," ujar Weismann, "Dan itu, yang saya inginkan, hanyalah sebuah ‘rumah’ untuk saudara-saudara saya."

PM David Lyod-George mengangguk. Inggris menawarkan Uganda di Afrika agar bisa dijadikan ‘rumah’ bagi saudara-saudaranya Weismann, para Yahudi Diaspora. Namun Weismann menolak. Telunjuknya menunjuk peta Palestina. "Kami ingin tinggal selamanya di wilayah ini."

David Lyod-George terkejut. Ia segera menghubungi Menteri Luar Negeri Arthur James Balfour dan menyampaikan keinginan Weismann. Hal ini menjadi bahasan utama rapat kabinet. Setelah perjanjian rahasia Sykes-Picot dengan Perancis, Inggris kebagian wilayah Palestina dan Yordania, sedang Lebanon dan Syiria jatuh ke tangan Perancis. Dan hal ini diketahui oleh lobi Zionis-Inggris.

Inggris bukannya tidak memahami bahwa permintaan Weismann itu bisa mengandung hal-hal kontroversial, mengingat Palestina saat itu sudah merupakan satu negara merdeka yang didiami oleh rakyatnya sendiri. Secara ideologis, rakyat Palestina pun sangat memusuhi Zionisme. Apalagi Palestina dikelilingi bangsa-bangsa Arab yang juga anti terhadap Yahudi.

Arthur James Balfour sendiri sempat tertegun dengan permintaan ini dan kembali menanyakan hal itu kepada Weismann. "Tuan Weismann, mengapa harus Palestina?"

Dengan bersungguh-sungguh Weismann menjawab, "Tuan Balfour yang mulia, jika saya menginginkan Paris atau London, apakah Anda akan berikan?"

Dengan cepat Balfour mengangguk, "Mengapa tidak?"

Weismann tersenyum penuh arti. "Terima kasih Tuan Balfour, tetapi kami sudah terlanjur memiliki Jerusalem, jauh ketika London masih berupa rawa-rawa. Kami ingin kembali ke sana."
Berkat kekuatan lobi Yahudi, Inggris akhirnya tunduk dan keluarlah Deklarasi Balfour pada 2 November 1917, yang kemudian dijadikan dalih bagi Yahudi-Diaspora untuk menyerbu Palestina dan mengusir rakyat Palestina dari tanah airnya sendiri.

Pilihan Yahudi-Diaspora untuk menetap di Yerusalem bukanlah tanpa pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan politis. Walau gerakan Zionisme berdalih keinginannya untuk menetap di Palestina berdasar pertimbangan historis semata, namun dalih ini diduga kuat sekadar untuk menarik simpati kaum Yahudi-Diaspora untuk mau berbondong-bondong ke Palestina.

Di balik semua ini, sesungguhnya kaum Zionis ingin menguasai dunia secara keseluruhan, sekurangnya berada di bawah pengaruh mereka. Ada seorang ahli geopolitik Yahudi-Jerman dari Universitas Munich bernama Karl Ernst Haushofer (1896-1946). Profesor yang beristerikan seorang perempuan Yahudi ini pada 1920 mengemukakan sebuah teori penguasaan dunia bernama The Heartland Theory.

Teori ini singkatnya berbunyi, "Siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island." Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan ini merupakan kawasan vital minyak bumi dan gas dunia. Sebenarnya teori ini berasal dari Sir Alfrod Mackinder (1861-1947), seorang geopolitik asal Inggris terkemuka di abad ke-19. Nicholas Spykman, sarjana Amerika, bahkan menambahkan, "Siapa pun yang menguasai World Island, maka ia akan menguasai dunia."


Kepada Adolf Hitler, Haushofer meyakinkan pemimpin Nazi itu bahwa Jerman bisa menjadi penguasa dunia berdasarkan teori itu. Adolf Hitler sangat tergoda dengan pandangan Haushofer. Buku Hitler Mein Kampf (Perjuanganku) yang dirilis tahun 1926 berasal dari teori yang dikemukakan Haushofer dan dianggap sebagai kitab suci Nazi Jerman.

Tergoda oleh teori ini, Hitler pun menggelar invasi militernya secara besar-besaran dari negeri-negeri tetangganya hingga ke seluruh Eropa, bahkan Asia Tenggara. Perang Dunia II pun meletus. Bom atom yang dijatuhkan Amerika di Hiroshima dan Nagasaki, mengakhiri Perang Dunia II dengan kemenangan di pihak Sekutu. Dalam penyidikan terhadap para penjahat perang, Haushofer dan isterinya dikabarkan melakukan bunuh diri di tahun 1946.

Ketika Hitler mulai menindas orang Yahudi-Jerman dan juga orang-orang Yahudi di wilayah-wilayah yang didudukinya, maka timbulllah gelombang eksodus besar-besaran kaum Yahudi meninggalkan Eropa. Ada yang ke Amerika, ke Australia, ke Asia Tenggara, namun yang terbesar dan ini memang diarahkan oleh kelompok Zionis adalah menuju Palestina.

Sebab itu, jumlah orang Yahudi di Palestina mengalami peningkatan amat pesat. Jika di tahun 1929 saja sudah ada sekitar 100.000 jiwa, maka di tahun 1947, tercatat ada 630.000 orang Yahudi di Palestina yang mendesak kehidupan damai 1,3 juta orang Palestina. Antara 29 November 1947, ketika Palestina diberi dinding pembatas oleh PBB, dengan 15 Mei 1948, organisasi teroris Zionis mencaplok tiga perempat Palestina. Selama masa itu, jumlah orang-orang Palestina yang tinggal di 500 kota besar, kota kecil, dan desa turun drastis dari 950.000 menjadi 138.000.(Ralph Schoenman, "The Hidden History of Zionism”, Veritas Pers, 1988)

Penurunan populasi orang Palestina ini diakibatkan oleh pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan organisasi teroris Yahudi seperti Haganah, Stern, dan Irgun yang direstui oleh pemimpin Zionis. Di kemudian hari, teori Haushofer ini dijalankan oleh Amerika di bawah Bush untuk memenuhi ambisinya membantu Zionis-Yahudi menguasai dunia.

Guna menjadi satu-satunya adi daya, maka Amerika berupaya sekuat mungkin menggunakan segala cara untuk menjadi yang terkuat. Tentu saja, Israel sebagai proxy Amerika harus menjadi yang terkuat di kawasan Timur Tengah.

 Karl Ernst Houshofer




LEBENSRAUM

"Lebensraum adalah hak suatu bangsa atas ruang hidup untuk dapat menjamin kesejahteraan dan keamanannya. Berdasarkan kaum geopolitik Jerman sebagai negara besar berhak berkembang dan memakan negara yang kecil yang dari dulu telah ditakdirkan untuk mati.”





sumber:

http://forum.detik.com/showthread
http://id.answers.yahoo.com/question

Selasa, 13 April 2010

News from Wyoming (until April 12'2010)

Freudenthal receives extremist letter

Gazette News Service | Posted: Friday, April 2, 2010

CHEYENNE — Wyoming Gov. Dave Freudenthal is among dozens of governors in the country to receive letters demanding that they leave office or be removed.
Chris Boswell, the governor’s chief of staff, said Friday that state police intercepted the package when it arrived earlier this week.
At least 30 governors have received the letters from a group called the Guardians of the Free Republics.
The FBI said it expects all 50 governors to eventually receive the letters and warns that the letters could provoke violence.
The letters say the governors will be removed from office within three days if they don’t leave office, according to an FBI and Department of Homeland Security internal intelligence note.
Boswell declined to comment on whether the letter prompted extra security for Freudenthal.

Democrat Massie tosses name into race for state schools chief

JEREMY PELZER Casper Star-Tribune | Posted: Tuesday, April 6, 2010

 State Sen. Mike Massie

 LARAMIE — State Sen. Mike Massie kicked off his campaign for state superintendent of public instruction Tuesday, ending months of speculation about the Laramie Democrat’s political future.
At a media conference, Massie said that as the state’s top K-12 education official, he would fight for more classroom time for teachers, to reverse the state’s high dropout rate and to revamp the PAWS test, Wyoming’s primary student assessment exam.
Massie’s day job is executive director of Child Development Services of Wyoming.
Republican incumbent Jim McBride is seeking a second full term as state superintendent. He is facing a rare primary challenge for an incumbent, as two Cheyenne educators have entered the race: Laramie County School District 1 superintendent Ted Adams and Cheyenne assistant junior high principal Cindy Hill.
Massie also said that, if elected, he would push for major changes, if not outright abolition, of the Proficiency Assessments for Wyoming Students test.
“I would favor reviewing it with the idea that if you don’t scrap it, it would be totally revised,” he said. “I think we’ve had it around long enough to indicate that it’s taking up too much classroom time, so we need to reduce that. And we also understand how it’s not really providing us with information about individual student progress.”
Massie also said he supports charter schools and getting the most out of Wyoming’s state education funding, which has increased markedly in the past few years.
Massie said he had disagreements with McBride’s performance as state superintendent.
“It seems right now that the department’s focus is more back in Washington, D.C., and working with federal administrators as well as with Congress, and applying for additional federal money,” Massie said. “Along with that additional federal money will come the national standards as well as requirements on how we assess teachers. And I don’t believe that’s where our focus should be.”
McBride said that such a perspective was “rather misguided,” given the state Department of Education’s need to work closely with Washington to receive the approximately $200 million in federal education funding given to Wyoming each year.
McBride said he raised the issue last week in a meeting with Wyoming elementary and middle school principals.
“I said to them, ‘Would you like to develop a plan to transition away from all federal dollars? Would you be willing to take a 10 percent budget cut to do that?’ ” McBride said. “And not a single person in the room was willing to support that.”
McBride said he and Massie spoke by phone Tuesday morning before Massie’s announcement.
“I think Mike Massie has been a great legislator and a great senator,” McBride said. “He’ll be a strong competitor, and I like him a great deal. So I think we will have a fair competition that will ultimately come down to credentials and issues, and I think that’s the way it should be.”
Massie, 56, was born in Akron, Ohio, and moved to Laramie in 1979. He and his wife, Ruth, have a daughter in graduate school in Boston and a son with Angelman Syndrome, a rare neuro-genetic disorder that causes developmental delay.
Massie has a bachelor’s degree in secondary education and a master’s degree in history from the University of Wyoming.
Massie is the first Democrat to publicly announce a run for statewide office this year. He also was considering a run for governor, and his announcement leaves the Democrats without a single publicly interested gubernatorial candidate.
Massie, who has served on the Senate Education Committee while in the Legislature, said he chose to run for state superintendent because of his “passion” for education.
“I did look very closely at running for governor — especially late last year — and decided that I need to follow my passion,” he said. “If I’m going to go through a seven- or eight-month campaign, it’s got to be with fire in the belly — and that’s what education does for me.”


OFFICE OF GOVERNOR DAVE FREUDENTHAL
April 8, 2010
Governor Hosts Community Conversation in Douglas April 27: Wind Projects and Power Transmission Are the Topics

CHEYENNE, Wyo. – Wind projects and power transmission lines are the topics for a question and answer session in Douglas with Governor Dave Freudenthal later this month. The "community conversation" on wind development and electrical transmission line siting will begin at 6 p.m. on Tuesday evening, April 27, 2010,at the Douglas High School Auditorium.
"I’ll be there to hear from people and to answer questions," Freudenthal said. "There is a lot happening with wind development in Wyoming, and I want to hear what people have to say."
"These are complicated subjects, and folks are entitled to a straightforward conversation on what we can all agree are difficult, sometimes polarizing issues, related to wind development opportunities and electrical transmission line siting," Freudenthal said. "People need to know where the State stands on a whole range of issues relating to wind power and electrical transmission, ranging from sage grouse to property rights."
Some developers say Wyoming is "anti-wind," Freudenthal said. On the other hand, some property owners are concerned about private property rights in the face of wind-related development.
"Let’s get together and talk about it," Freudenthal said. "Maybe we can ask the lobbyists and hired guns to take a seat in the back row, and let the other folks have their say."
The Douglas "community conversation" is the first of several that the governor is expected to host this year. Other local meetings on wind development and power line siting issues are being planned for later this spring and summer.

Wyoming local governments not looking for bailouts
JOAN BARRON Casper Star-Tribune | Posted: Thursday, April 8, 2010
 
CHEYENNE — Although more local governments are experiencing budget problems, state Legislature leaders say they are not receiving requests for a special legislative session to bail out the cities, towns and counties.
House Speaker Colin Simpson, of Cody, a Republican candidate for governor, said he visited recently with Natrona County Sheriff Mark Benton, who is talking about laying off deputies.
“I understand the difficult position his office is in,” Simpson said Wednesday.
But Simpson said he has received no requests for a special session to allocate more money for the local governments.
Senate President John Hines, R-Gillette, said the requests for a special session he receives are from people who want the state to sue the federal government over the new health care reform law.
They are complaining because Wyoming didn’t join in the lawsuit filed by the state of Florida.
“I have resisted it because there is little we can do,” Hines said.
The decision not to join the lawsuit was made by state Attorney General Bruce Salzburg and had the support of Gov. Dave Freudenthal.
“I told them it’s an administrative decision,” Hines added. “We can’t tell the attorney general what to do.”
Hines said he was surprised that Natrona County’s projected 27 percent deficit is so high. The cities usually have more financial trouble than the counties in an economic downturn, he said.
The Rawlins City Council on Tuesday evening passed a resolution calling on the Wyoming Association of Municipalities to lobby the Legislature for a share of the tax on wind energy that goes into effect in 2012.
As the law stands now, the revenue from the $1 per megawatt hour would go to the counties where the facilities are located and to the state’s general fund.
During his news conference Wednesday, Freudenthal said more money for local governments will be a priority in the Legislature next year if revenues improve.
The problem is a steep decline in sales and use taxes that go primarily to the cities and towns.
“I have sympathy for them, but it is survivable,” Freudenthal said.
He pointed out that the state a year ago cut 10 percent from most of its budgets, agreed to a freeze on new positions and gave up some positions.
Freudenthal said he sees no need for a special session for either state aid for local government or for the Legislature to file its own lawsuit over the federal health care reform law.
He added that the Legislature is free to call itself into session on the health care reform issue to make a “fist in the air” statement.
“That’s OK, but it’s kind of an expensive one,” Freudenthal said.


Wyoming Treasurer Joe Meyer announces re-election bid
Associated Press | Posted: Monday, April 12, 2010

CHEYENNE, Wyo. — Wyoming Treasurer Joe Meyer said Monday he will run for re-election.
Meyer, 68, made the announcement in a coarse whisper in his office at the state Capitol. His voice hasn't been the same since he underwent lung cancer surgery late last year.
Meyer said doctors removed the tumor and told him recently there's no evidence the cancer has spread. He said doctors have given him a clean bill of health for his campaign, and he made light of his medical condition.
"I think any politician that can't give long speeches and talk too much probably will pick up another 10,000 votes, so I'm very hopeful," he said.
He also joked about losing his hair.
"I expect my hair to come back at some time, but there have been some advantages," he said. "I'm saving about $50 a month; I haven't had a haircut in about four months."
A Republican, Meyer was elected state treasurer in 2006. He also has served as Wyoming attorney general and secretary of state.
The treasurer's office oversees more than $11 billion in state funds. The state's portfolio has bounced back following losses in the recent stock market plunge. While market conditions account for that, Meyer said, his office can take credit for its conservative approach.
Meyer is close friends with former Vice President Dick Cheney. Meyer joked he may ask Cheney for campaign donations.
"I suspect I could cajole him into endorsing me. We'll see," Meyer said of Cheney. "He's not real into politics now. He's dealing with his grandchildren and writing a book and making lots of money and enjoying flyfishing. That's probably what his focus is."
Meyer said his lengthy government experience is an asset. "I think my experience and situations I've been in for the state of Wyoming will be useful for the next four years."
Other incumbent Republicans attended Meyer's announcement, including Auditor Rita Meyer, who is running for governor, and State Superintendent of Instruction Jim McBride and Secretary of State Max Maxfield, both seeking re-election.

Inventors conference set for Saturday in Gillette
Associated Press | Posted: Monday, April 12, 2010

GILLETTE, Wyo.— U.S. Sen. Mike Enzi is hosting his annual inventors conference this coming Saturday in Gillette.
It's the eighth year the Wyoming Republican has held the event, called "From Your Garage to the Assembly Line."
Enzi and other speakers will discuss securing patents, developing business plans and marketing inventions.
Enzi says, "Wyoming is full of imaginative and creative folks who just need resources to help them expand upon their ideas." He says the conference helps people turn their ideas into "tangible, usable products and inventions."
The conference will be at the Gillette College Technology Education Center. Contact Robin Bailey in Enzi's office for more information or to register.


Sumber:
-www.governor.wy.gov
-www.billingsgazette.com/news/state-and-regional

Senin, 29 Maret 2010

The Limits of Presidential Power

Article II of the Constitution defining (and limiting) the presidential powers
from Jon Roland's Constitution site


Section. 1. The executive Power shall be vested in a President of the United States of America. He shall hold his Office during the Term of four Years, and, together with the Vice President, chosen for the same Term, be elected, as follows:
Each State shall appoint, in such Manner as the Legislature thereof may direct, a Number of Electors, equal to the whole Number of Senators and Representatives to which the State may be entitled in the Congress: but no Senator or Representative, or Person holding an Office of Trust or Profit under the United States, shall be appointed an Elector.
The Electors shall meet in their respective States, and vote by Ballot for two Persons, of whom one at least shall not be an Inhabitant of the same State with themselves. And they shall make a List of all the Persons voted for, and of the Number of Votes for each; which List they shall sign and certify, and transmit sealed to the Seat of the Government of the United States, directed to the President of the Senate. The President of the Senate shall, in the Presence of the Senate and House of Representatives, open all the Certificates, and the Votes shall then be counted. The Person having the greatest Number of Votes shall be the President, if such Number be a Majority of the whole Number of Electors appointed; and if there be more than one who have such Majority, and have an equal Number of Votes, then the House of Representatives shall immediately chuse by Ballot one of them for President; and if no Person have a Majority, then from the five highest on the List the said House shall in like Manner chuse the President. But in chusing the President, the Votes shall be taken by States, the Representation from each State having one Vote; a quorum for this Purpose shall consist of a Member or Members from two thirds of the States, and a Majority of all the States shall be necessary to a Choice. In every Case, after the Choice of the President, the Person having the greatest Number of Votes of the Electors shall be the Vice President. But if there should remain two or more who have equal Votes, the Senate shall chuse from them by Ballot the Vice President [Modified by Amendment XII].
The Congress may determine the Time of chusing the Electors, and the Day on which they shall give their Votes; which Day shall be the same throughout the United States.
No Person except a natural born Citizen, or a Citizen of the United States, at the time of the Adoption of this Constitution, shall be eligible to the Office of President; neither shall any Person be eligible to that Office who shall not have attained to the Age of thirty five Years, and been fourteen Years a Resident within the United States.
In Case of the Removal of the President from Office, or of his Death, Resignation, or Inability to discharge the Powers and Duties of the said Office, the Same shall devolve on the Vice President, and the Congress may by Law provide for the Case of Removal, Death, Resignation or Inability, both of the President and Vice President, declaring what Officer shall then act as President, and such Officer shall act accordingly, until the Disability be removed, or a President shall be elected [Modified by Amendment XXV].
The President shall, at stated Times, receive for his Services, a Compensation, which shall neither be increased nor diminished during the Period for which he shall have been elected, and he shall not receive within that Period any other Emolument from the United States, or any of them.
Before he enter on the Execution of his Office, he shall take the following Oath or Affirmation:--"I do solemnly swear (or affirm) that I will faithfully execute the Office of President of the United States, and will to the best of my Ability, preserve, protect and defend the Constitution of the United States."
Section. 2. The President shall be Commander in Chief of the Army and Navy of the United States, and of the Militia of the several States, when called into the actual Service of the United States; he may require the Opinion, in writing, of the principal Officer in each of the executive Departments, upon any Subject relating to the Duties of their respective Offices, and he shall have Power to grant Reprieves and Pardons for Offences against the United States, except in Cases of Impeachment.
He shall have Power, by and with the Advice and Consent of the Senate, to make Treaties, provided two thirds of the Senators present concur; and he shall nominate, and by and with the Advice and Consent of the Senate, shall appoint Ambassadors, other public Ministers and Consuls, Judges of the supreme Court, and all other Officers of the United States, whose Appointments are not herein otherwise provided for, and which shall be established by Law: but the Congress may by Law vest the Appointment of such inferior Officers, as they think proper, in the President alone, in the Courts of Law, or in the Heads of Departments.
The President shall have Power to fill up all Vacancies that may happen during the Recess of the Senate, by granting Commissions which shall expire at the End of their next Session.
Section. 3. He shall from time to time give to the Congress Information of the State of the Union, and recommend to their Consideration such Measures as he shall judge necessary and expedient; he may, on extraordinary Occasions, convene both Houses, or either of them, and in Case of Disagreement between them, with Respect to the Time of Adjournment, he may adjourn them to such Time as he shall think proper; he shall receive Ambassadors and other public Ministers; he shall take Care that the Laws be faithfully executed, and shall Commission all the Officers of the United States.
Section. 4. The President, Vice President and all civil Officers of the United States, shall be removed from Office on Impeachment for, and Conviction of, Treason, Bribery, or other high Crimes and Misdemeanors.
Thanks to Jon Roland and his excellent, well documented site on our Constitution and related documents.
You should visit him at http://www.constitution.org/

It appears that County Sheriffs have jurisdiction over agents from the Executive Branch.
Amendment X states that powers not given to the President are reserved to states or the people, if not denied.
This excerpt distributed by Forest Glen Durland
Web site: http://www.uhuh.com Email: forest@uhuh.com

Constitutional Limitations of Presidential Power

Following the signing of the Treaty of Paris in 1783, the Founding Fathers of the United States of America met to create a constitution which was to serve as the fledgling nation’s backbone. Though previously unified under the Articles of Confederation, the thirteen articles failed to effectively facilitate cooperation between the individual states; the creation of a new governing document was essential if the newly-independent United States was to succeed as a sovereign country. Though the revolution had been fought to free the colonies from the misrule of a king and the tyranny of a centralized monarchy, the drafters of the Constitution recognized that successful unification of the thirteen states would require that some of their sovereignty be relinquished to a centralized governing body with sufficient power to influence state actions. However, the organization of the national state apparatus and the extent of its powers would have to be re-envisioned in order to prevent the US government from mirroring the body which it was to replace. It was decided that the national government would be split into three separate branches: one legislative, one judicial, and one executive. The US Constitution put forth a system of checks and balances intended to ensure the rights of individual states and to set the limitations of the powers that would be granted to the three branches of the federal government. This essay will focus on those powers granted to the executive by the Constitution, the rational behind their formation, and the theories of presidential power that attempt to explain the significant expansion of presidential powers that has taken place since the documents creation.
Section one of Article II of the US Constitution sets presidential and vice-presidential term limits at four years and states the manner through which they are to be elected. It also requires a fixed presidential salary which cannot be changed during a presidential term (Library of Congress). As James Wilson argued in the Pennsylvania ratifying debates, an income free from congressional influence would make it so that, “the President of the United States could shield himself, and refuse to carry into effect an act that violates the constitution” (Amar 181). In other words, the President’s decision making process would be free from the influence of potential increases or decreases to their salary imposed by Congress. It was also argued that the creation of a presidential salary would make every male US citizen eligible for election to the presidency; without the provision of a salary, only the wealthy would have the means to assume office (Amar 181). Thus, the stipulation of a presidential salary in the US Constitution also served as an effort to prevent aristocratic control of the nation.
Section seven of Article I stipulates that all bills, once passed by both Houses, be presented to the president for consideration. The President can then sign the bill into law, return the bill to House in which it originated, or allow the bill to pass without their signature (Library of Congress). Though presidents prior to the Civil War tended to exercise their veto-power solely to raise constitutional objections to questionable bills, the Constitution itself does not expressly obligate the President to veto any bill deemed unconstitutional. If an unconstitutional provision was merely a small detail in a large piece of legislation, a President could simply choose to allow the bill to pass without their signature; they might also sign their name to a generally sound and desperately needed bill which contained only a minor constitutional flaw. However, “as an officer oath-bound to champion the constitution, the president would also be free to take up his veto pen in defense of the document, in an effort to appeal directly to the American public and to induce Congress to re-pass the bill without the offending details” (Amar 184).
Section two of Article II establishes the President as the “Commander and Chief” of the army and navy, as well as the militias of the original thirteen states, though only when they are called into service of the United States. They are given the right to ask for the opinion, in writing, of the principal officer of each of executive department, on anything pertaining to that department’s specific duties. The President is also given the power to grant reprieves and pardons for offenses against the United States, except in cases of impeachment (Library of Congress). Though section two granted the President with significant powers, it also placed restrictions upon the position so as to ensure that the US executive would not come to mirror the British Monarchy. Unlike the king, who maintained control over all of Britain’s military forces, the president could only exert control over state militias in order to “execute the Laws of the Union, suppress Insurrections, and repel Invasions” (Amar 187). While the British monarch could pardon whoever he wished, the US president could only pardon federal offenses, and was restricted from the ability to use their pardoning power to negate impeachment charges.
Section two goes on to describe several areas in which the president is to share power with Congress. Though the president is granted the ability to make treaties and to nominate members to the executive branch, Supreme Court, and other offices not expressly provided for in the Constitution, agreement and consent of two thirds of the Senate is necessary for any treaty or nomination to become effective. This broke the US Constitution from the British Model of unilateral control under the king by “giving the Senate a portion of traditionally executive authority—- much as Article I gave the president some legislative power via the veto clause” (Amar 190).
Section 3 of Article II obligates the president to inform Congress of the state of the union and to recommend measures which they feel are necessary and expedient; “to convene Congress in emergencies; to receive foreign diplomats; to ‘take care that laws are faithfully executed;’ and to commission all executive and judicial officers” (Amar 195).
The final section of Article II provides the most significant check to presidential power, “The President, Vice-President, and all civil officers of the United States, shall be removed from office, on impeachment for and conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors” (Library of Congress). While British law lacked any mechanisms to oust a bad king, American-style impeachment made the president, as well as his cabinet members, responsible for any personal misconduct while serving as the nation’s leaders. Though entrusted with great powers, the president “would nonetheless be checked by the House and Senate, as the American people looked on, poised to render ultimate political judgment on all concerned” (Amar 204).
Since the creation and ratification of the United States Constitution, the scope of presidential powers has changed dramatically. Not surprisingly, considering the brevity of Article II of the US Constitution. Though rather precise limits are set on legislative and judicial power, no such limits govern the executive. It is within this vague constitutional description that “lay the seeds of a far more powerful position, one that has grown through elaboration of its explicit enumerated powers as well as the interpretation of its implied and inherent powers” (Pika Maltese 3). The Constitution’s ambiguity concerning the limitations of presidential action has led to several contrasting theories of presidential power: the constitutional theory, they stewardship theory, and the prerogative theory.
Proponents of the constitutional theory of presidential power argue that presidential power is strictly limited. They believe the powers of the executive to consist only of those specifically enumerated in the constitution or granted through an act of Congress. According to William Howard Taft, “there is no undefined residuum of power that he can exercise because it seems to him to be in the public interest…[presidential power] must be justified and vindicated by affirmative constitutional …provision” (Pika Maltese 13). The actions of US presidents up to the Civil War convey a shared desire to uphold such a literal interpretation of presidential power as stipulated by the Constitution.
Teddy Roosevelt serves as a fine example of someone who subscribed to the stewardship theory. He maintained the belief that a president of the US could do anything that was not expressly forbidden in the Constitution or by laws passed by Congress working within its constitutional authority. As Roosevelt stated in his autobiography, “I did and caused to be done many things not previously done by the President…I did not usurp power, but I did greatly broaden the use of executive power” (Pika Maltese 14). As these words suggest, the intent of a presidential steward is to leave the office in a better condition than when they assumed power.
It is the prerogative theory however, which extends the broadest range of powers to the president. In his essay “The Second Treatise of Government,” John Locke defines the concept of prerogative power as the power “to act according to discretion for the public good, without the prescription of the law, and sometimes even against it.” (Pika Maltese 14). The prerogative theory increases presidential powers to include the ability to carry out actions which are explicitly forbidden, should they be deemed to be in the national interest. Such power was exercised by Abraham Lincoln during the Civil War, “he appealed to military necessity, asserting that the Constitution’s Commander-in-Chief Clause…and its Take-Care Clause…combined to create a ‘war power’ for the president that was virtually unlimited;” and taken even further a century later when Richard Nixon claimed “[W]hen the President does it, that means that it is not illegal” (Pika Maltese 15).
The ambiguity of Article II of the US Constitution made possible such reinterpretations of presidential power; reinterpretations which have lead to a substantially expanded modern presidency. As the responsibilities of the president have increased significantly since the birth of the nation, some reinterpretation of the Constitutional limitations placed on the office’s power has been necessary. However, like Nixon, various presidents have taken their “reinterpretation” beyond what might be considered legitimate. It is these individuals which force one to question whether it was wise to leave the parameters of the presidential role so open to interpretation. Though the Constitution was created with the goal of uniting the nation while preventing the national government from coming to resemble that of the British Empire, the continuous expansion of the presidency and presidential powers, especially of late, pushes the United States ever closer to becoming like the despotic empire its forefathers fought so valiantly to be freed from.
References
The Library of Congress (1787). The United States Constitution. April 21st, 2008.
< http://memory.loc.gov/cgi-bin/query/r?ammem/bdsdcc:@field(DOCID+@lit(bdsdccc0802))>
Amar, Akhil Reed. America’s Constitution: A Biography. New York: Random House Trade Paperbacks 2005.
Pika, Joseph A. Maltese, John Anthony. The Politics of the Presidency. Washington D.C.: CQ Press 2006.Possibly related posts: (automatically generated)
• BANKRUPTED STATES = CON-CON & NEWSTATE CONSTITUTION
• Insurrection in the Empire State (The Demonization of Capitalism, Part II)
• Chief Justice Marshall court decision brief


What are 3 limitations to presidential power?

1)The judicial branch has power in oversight, and to overrule the president.
2)The president is bound to uphold and defend the constitution.
3) Presidential powers are limited by statute and constitutional ammendment (no dictators for life)


The Limits of Presidential Power
by William Rusher

Whenever a new president is inaugurated, there is always a tremendous amount of speculation over what he (or she) is going to "do." And there's no denying that the new chief executive does have a great deal of discretionary power. But it swiftly becomes apparent that there are strict limits on that power.
In the first place, there are the limits that the new president imposes on himself. He may have pledged to do all sorts of things "on Day One" in the Oval Office, but a lot of them end up being postponed or severely modified, and some, for one reason or another, never get done at all. This is often all to the good: They were promised on the basis of information that turns out to have been inaccurate or incomplete, and on further consideration they may seem downright inadvisable.
Far larger are the restrictions imposed on the president by the Constitution, and by the statutes under which he is compelled to act. The Constitution is famously designed to limit the powers of the president (and, for that matter, of the Congress as well). A president cannot even appoint an ambassador to Nepal, let alone a Cabinet member or a justice of the Supreme Court, without the consent of two-thirds of the Senate. All sorts of presidential actions require the consent of the Senate, and a good many require the approval of both Houses of Congress.
Finally, there are the limitations imposed on presidential power by the political process itself. Even if a president possesses the indisputable power to take a particular step, it may be simply too unpopular with the public at large for him to take it. Franklin D. Roosevelt was, without much question, the most popular president of the 20th century. But when the Supreme Court blocked some of his efforts, and he tried to change its mind by proposing to enlarge it with justices sympathetic to his proposals, the public outcry forced Congress (which had previously been almost slavishly obedient to Roosevelt) to reject the "reform." Even if the consent of Congress had not been required, Roosevelt would have had to abandon his effort.
So we ought not to be surprised if President Obama fails to implement some of the pledges he made in the heat of the campaign. There are plenty of ways he can do this without seeming to betray his promises. Probably the easiest is to insist that he wants to keep a particular promise, but quietly let the Democratic leaders in Congress know that it won't break his heart if they manage to prevent him from having his way.
Meanwhile, I owe it to my readers to acknowledge that I was simply wrong recently, when I ventured that President-elect Obama would not name Hillary Clinton as his secretary of state. My estimate was that to do so would just give her a superb platform from which to pursue her own ambitions for the presidency in 2012 or 2016, while creating the potential for all sorts of public disagreements between the two during the Obama administration.
Obama's decision makes it clear that he's not all that upset by the prospect of Hillary running to succeed him (even if his own choice might be Vice President Biden), and that he doesn't anticipate -- or calculates that he can win -- any public disagreements between the two of them in the meantime.
These are legitimate political calculations, though either or both of them may prove to have been unwise.


Sumber:
www.uhuh.com/constitution/article2.htm
www.answers.com
www.townhall.com
www.thepoliticsofempire.wordpress.com

Batasan Kekuasaan Kepresidenan

Pasal II

Konstitusi mendefinisikan (dan membatasi) kekuasaan presiden

dari Jon Roland situs Konstitusi

Bagian. 1. Kekuasaan eksekutif harus diberikan kepada Presiden Amerika Serikat. Ia akan menahan Jangka Kantor selama empat tahun, dan, bersama-sama dengan Vice President, dipilih untuk jangka yang sama, dipilih, sebagai berikut:

Setiap Negara akan menunjuk, Cara sedemikian sebagai Badan Legislatif daripadanya dapat langsung, suatu Jumlah pemilih, yang sama dengan seluruh Jumlah Senator dan Perwakilan Negara yang berhak di Kongres: tapi tidak ada Senator atau Perwakilan, atau memegang Person Kantor Kepercayaan atau Laba di bawah Amerika Serikat, akan diangkatsebagaiPemilih.

Para pemilih akan bertemu di masing-masing Serikat, dan suara oleh Suara untuk dua Orang, di antaranya satu setidaknya tidak akan suatu Penduduk Negara yang sama dengan diri mereka sendiri. Dan mereka harus membuat Daftar semua Orang memilih, dan dari Number Suara untuk masing-masing; yang daftar mereka akan tanda dan sertifikasi, dan mengirimkan ke Seat dimeteraikan dari Pemerintah Amerika Serikat, diarahkan kepada Presiden Senat. Presiden Senat akan, dalam Kehadiran Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, membuka semua Sertifikat, dan Votes kemudian akan dihitung. Pihak yang mempunyai Jumlah terbesar Votes akan menjadi Presiden, jika hal itu menjadi Mayoritas Jumlah seluruh Jumlah pemilih yang ditunjuk, dan jika ada lebih dari satu yang memiliki Mayoritas, dan Jumlah yang sama Votes, maka Rumah Perwakilan Rakyat segera chuse oleh Suara salah seorang dari mereka untuk Presiden; dan jika tidak ada Orang yang memiliki mayoritas, kemudian dari lima tertinggi di Daftarlah kata Rumah akan di seperti chuse Cara Presiden. Tetapi dalam chusing Presiden, Votes harus diambil oleh Serikat, Perwakilan dari masing-masing Negara memiliki satu Suara; korum untuk Tujuan ini terdiri atas seorang Anggota atau Anggota dari dua pertiga dari Serikat, dan sebuah Mayoritas dari semua Negara akan diperlukan untuk sebuah Pilihan. Dalam setiap kasus, setelah Pemilihan Presiden, Orang memiliki Votes Jumlah terbesar dari pemilih harus menjadi Vice President. Tapi kalau tetap harus ada dua atau lebih yang sama Votes, Senat akan chuse dari mereka oleh Suara yang Vice President [Modified by Amandemen XII].
Kongres dapat menentukan chusing Timne dari para pemilih, dan Hari di mana mereka akan memberikan Suara; yang hari akan sama di seluruh Amerika Serikat.

Tidak Person kecuali lahir alami Citizen, atau warga negara Amerika Serikat, pada saat yang Disahkannya Undang-Undang Dasar ini, akan memenuhi syarat untuk Kantor Presiden; tidak akan ada Person memenuhi syarat untuk itu Kantor yang tidak akan mencapai Era tiga puluh lima tahun, dan telah empat belas tahun menjadi residen di Amerika Serikat.

Dalam Kasus Penghapusan Presiden dari Kantor, atau dari Kematian, Pengunduran diri, atau Ketidakmampuan untuk melaksanakan Wewenang dan Tugas dari kata Office, yang Sama akan berpindah pada Vice President, dan Kongres dapat dengan Undang-Undang memberikan Perkara tentang Penghapusan, Kematian, Mengundurkan diri atau Ketidakmampuan, baik dari Presiden dan Vice President, menyatakan apa Petugas kemudian akan bertindak sebagai Presiden, dan Pejabat tersebut harus bertindak sesuai, sampai Disability dihapus, atau Presiden harus dipilih [Modified by Amandemen XXV ].

Presiden akan, pada menyatakan Times, menerima untuk Services, sebuah Kompensasi, yang tidak akan dapat meningkat atau berkurang selama Periode yang ia harus sudah terpilih, dan ia tidak akan menerima di dalam Periode honor lain dari Amerika Serikat, atau salah satu dari mereka.

Sebelum ia masuk di Eksekusi Kantor-nya, ia akan mengambil Sumpah atau Afirmasi berikut: - "Saya bersumpah (atau menyatakan) bahwa saya akan setia menjalankan Kantor Presiden Amerika Serikat, dan kemauan untuk yang terbaik Kemampuan saya, melestarikan, melindungi dan mempertahankan Konstitusi Amerika Serikat. "

Bagian. 2. Presiden harus menjadi Panglima Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika Serikat, dan dari Milisi dari beberapa Serikat, ketika dipanggil ke layanan sebenarnya dari Amerika Serikat; ia mungkin memerlukan Opini, secara tertulis, dari kepala sekolah Officer di masing-masing Departemen eksekutif, pada setiap subjek yang berkaitan dengan Tugas masing-masing Kantor, dan ia akan memiliki daya untuk memberikan pengampunan untuk Reprieves dan Pelanggaran terhadap Amerika Serikat, kecuali dalam Kasus Pemakzulan.

Ia harus mempunyai Power, oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, untuk membuat Perjanjian, menyediakan dua pertiga dari sekarang para senator setuju dan ia akan mencalonkan, dan oleh dan dengan Nasihat dan Persetujuan Senat, akan menunjuk Duta, Menteri publik lainnya dan Konsul, Hakim dari Pengadilan tertinggi, dan semua pejabat lain Amerika Serikat, yang Penunjukan tidak ditentukan lain dalam Perjanjian ini, dan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang: tetapi kongres mungkin oleh rompi Hukum Pengangkatan tersebut yang lebih rendah petugas, karena mereka berpikir yang tepat, di presiden sendirian, di Pengadilan Hukum, atau dalam Kepala Departemen.

Presiden harus mempunyai Power untuk mengisi semua Vacancies yang mungkin terjadi selama reses Senat, dengan memberikan komisi yang akan berakhir pada Akhir Sesi berikutnya mereka.

Bagian. 3. Dia akan dari waktu ke waktu memberi kepada Kongres Informasi Negara Uni, dan merekomendasikan kepada mereka Pertimbangan Tindakan seperti ketika dia akan hakim perlu dan bijaksana, ia dapat, pada Occasions luar biasa, bersidang keduanya Rumah, atau salah satu dari mereka, dan dalam Kasus Perselisihan di antara mereka, dengan Respect ke Timne dari penundaan, dia mungkin menangguhkan mereka ke Timne seperti ketika ia akan berpikir yang tepat, ia akan menerima Duta Besar dan Menteri publik lainnya, ia harus mengambil Perawatan bahwa Undang-Undang setia dijalankan, dan akan komisi semua pejabat Amerika Serikat.

Bagian. 4. Presiden, Vice President dan semua pejabat sipil Amerika Serikat, akan dihapus dari Office pada Pemakzulan untuk, dan Keyakinan dari, Pengkhianatan, Suap, atau kejahatan tinggi lain dan pelanggaran hukum ringan.

Terima kasih kepada Jon Roland dan sangat baik, didokumentasikan dengan baik situs Konstitusi dan dokumen terkait.

Anda harus mengunjungi dia di http://www.constitution.org/

Apa 3 keterbatasan kekuasaan presiden?
1) Cabang yudisial memiliki kekuatan dalam pengawasan, dan untuk mengesampingkan presiden.
2) Presiden terikat untuk menegakkan dan mempertahankan konstitusi.
3) Kekuasaan Presiden dibatasi oleh undang-undang dan amandemen konstitusi (tidak ada diktator seumur hidup)

Batas-Batas Kekuasaan Presiden
Setiap kali presiden baru dilantik, selalu ada sejumlah besar spekulasi atas apa yang dia (atau dia) akan "melakukan." Dan tidak ada penyangkalan bahwa kepala baru eksekutif tidak memiliki banyak discretionary kekuasaan. Tapi cepat menjadi jelas bahwa ada batasan-batasan ketat pada kekuasaan.

Di tempat pertama, ada batas-batas yang memaksakan presiden baru pada dirinya sendiri. Dia mungkin telah berjanji untuk melakukan segala macam hal "pada Hari Satu" di Oval Office, tapi banyak dari mereka akhirnya menjadi ditunda atau sangat dimodifikasi, dan beberapa orang, untuk satu alasan atau lainnya, tidak pernah dilakukan sama sekali. Hal ini sering semua baik: Mereka dijanjikan berdasarkan informasi yang ternyata sudah tidak akurat atau tidak lengkap, dan pada pertimbangan lebih lanjut, mereka mungkin tampak benar-benar tidak bijaksana.
Jauh lebih besar adalah batasan-batasan pada presiden oleh konstitusi, dan oleh undang-undang di mana ia dipaksa untuk bertindak. Konstitusi terkenal dirancang untuk membatasi kekuasaan presiden (dan, dalam hal ini, Kongres juga). Seorang presiden bahkan tidak dapat menunjuk seorang duta besar ke Nepal, apalagi anggota Kabinet atau seorang hakim dari Mahkamah Agung, tanpa persetujuan dari dua-pertiga dari Senat. Segala macam tindakan presiden memerlukan persetujuan Senat, dan banyak memerlukan persetujuan dari kedua Rumah Kongres.

Akhirnya, ada pembatasan pada kekuasaan presiden oleh proses politik itu sendiri. Bahkan jika seorang presiden memiliki kekuasaan tak terbantahkan untuk mengambil langkah tertentu, itu mungkin hanya terlalu populer dengan masyarakat luas baginya untuk menerimanya. Franklin D. Roosevelt tidak, tanpa banyak pertanyaan, presiden yang paling populer dari abad ke-20. Tetapi ketika Mahkamah Agung diblokir beberapa usahanya, dan ia berusaha untuk mengubah pikiran dengan mengusulkan untuk memperbesar dengan hakim simpatik kepada proposal, protes publik memaksa Kongres (yang sebelumnya hampir mentah-mentah taat kepada Roosevelt) untuk menolak " reformasi. " Bahkan jika persetujuan Kongres tidak diperlukan, Roosevelt akan terpaksa meninggalkan usahanya.

Ini adalah perhitungan politik yang sah, meskipun salah satu atau kedua dari mereka mungkin telah terbukti tidak bijaksana.

Keterbatasan konstitusional kekuasaan Presiden

Setelah penandatanganan Perjanjian Paris pada tahun 1783, para Founding Fathers dari Amerika Serikat bertemu untuk membuat sebuah konstitusi yang melayani sebagai tulang punggung bangsa yang masih muda. Meskipun sebelumnya bersatu di bawah Artikel Konfederasi, tiga belas artikel gagal untuk secara efektif memfasilitasi kerjasama antara masing-masing negara; pembentukan pemerintahan baru dokumen ini penting jika baru merdeka Amerika Serikat adalah untuk sukses sebagai negara berdaulat. Meskipun revolusi telah berjuang untuk membebaskan jajahan dari salah atur dan seorang raja tirani monarki yang terpusat, para perancang Konstitusi mengakui bahwa sukses penyatuan dari tiga belas negara akan memerlukan bahwa sebagian dari mereka akan menyerahkan kedaulatan kepada pemerintahan yang terpusat tubuh dengan kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi tindakan negara. Namun, organisasi nasional aparatur negara dan luasnya kekuasaan harus kembali membayangkan untuk mencegah pemerintah AS dari tubuh yang mencerminkan itu untuk mengganti. Diputuskan bahwa pemerintah nasional akan dibagi menjadi tiga cabang terpisah: satu legislatif, satu peradilan, dan seorang eksekutif. Konstitusi Amerika Serikat mengajukan suatu sistem checks and balances dimaksudkan untuk menjamin hak-hak masing-masing negara dan untuk menetapkan batasan kekuasaan yang akan diberikan kepada tiga cabang pemerintah federal. Esai ini akan memfokuskan pada kekuatan yang diberikan kepada eksekutif oleh konstitusi, yang rasional di belakang formasi, dan teori-teori kekuasaan presiden yang berusaha menjelaskan perluasan signifikan kekuasaan presiden yang telah terjadi sejak penciptaan dokumen.
Bagian salah satu Pasal II dari Konstitusi AS menetapkan presiden dan wakil presiden pada batas masa jabatan empat tahun dan negara cara melalui mana mereka harus dipilih. Ini juga membutuhkan gaji presiden tetap yang tidak dapat diubah selama masa jabatan presiden (Library of Congress). Sebagai James Wilson berpendapat di Pennsylvania mengesahkan perdebatan, penghasilan bebas dari pengaruh Kongres akan membuatnya sehingga, "Presiden Amerika Serikat dapat melindungi diri, dan menolak untuk membawa berlakunya suatu tindakan yang melanggar konstitusi" (Amar 181) . Dengan kata lain, Presiden proses pengambilan keputusan akan bebas dari pengaruh potensial bertambah atau berkurang untuk gaji mereka dikenakan oleh Kongres. Saat itu juga berpendapat bahwa penciptaan gaji presiden akan membuat setiap laki-laki warga negara Amerika Serikat memenuhi syarat untuk pemilihan presiden; tanpa pemberian gaji, hanya orang kaya akan memiliki sarana untuk mengasumsikan kantor (Amar 181). Dengan demikian, penetapan gaji presiden dalam Konstitusi AS juga menjabat sebagai upaya untuk mencegah kontrol aristokratis bangsa.

Bagian tujuh Pasal saya menetapkan bahwa semua tagihan, setelah melewati oleh kedua Rumah, akan diajukan kepada Presiden untuk dipertimbangkan. Presiden dapat menandatangani undang-undang menjadi undang-undang, kembalikan tagihan ke Rumah di mana ia berasal, atau biarkan tagihan berlalu tanpa tanda tangan mereka (Library of Congress). Meskipun presiden sebelum Perang Saudara cenderung untuk melaksanakan hak veto-kekuatan mereka semata-mata untuk meningkatkan konstitusional keberatan terhadap tagihan dipertanyakan, konstitusi itu sendiri tidak secara tegas mewajibkan Presiden untuk memveto setiap RUU yang dianggap inkonstitusional. Jika suatu ketentuan konstitusi hanyalah detil kecil dalam sepotong besar undang-undang, seorang Presiden bisa saja memilih untuk memungkinkan tagihan berlalu tanpa tanda tangan mereka, mereka mungkin juga tanda nama mereka ke sebuah suara secara umum dan sangat dibutuhkan tagihan yang hanya berisi minor cacat konstitusional. Namun, "sebagai seorang perwira sumpah-terikat untuk juara konstitusi, presiden juga akan bebas mengambil pena hak veto-nya dalam membela dokumen, dalam upaya untuk naik banding langsung kepada publik Amerika dan untuk mendorong Kongres untuk kembali-pass tagihan tanpa menyinggung rincian "(Amar 184).

Bagian dua dari Pasal II menetapkan Presiden sebagai "Panglima dan Chief" pasukan dan angkatan laut, serta milisi dari tiga belas negara yang asli, meskipun hanya bila mereka dipanggil ke layanan dari Amerika Serikat. Mereka diberi hak untuk meminta pendapat, secara tertulis, dari pejabat utama dari masing-masing departemen eksekutif, pada apa pun yang berkaitan dengan departemen yang tugas khusus. Presiden juga diberikan kuasa untuk memberikan pengampunan untuk reprieves dan pelanggaran terhadap Amerika Serikat, kecuali dalam kasus impeachment (Library of Congress). Meskipun bagian dua diberikan Presiden dengan kekuatan yang signifikan, tetapi juga ditempatkan pada posisi pembatasan sehingga untuk memastikan bahwa eksekutif AS tidak akan datang cermin Monarki Inggris. Tidak seperti raja, yang mempertahankan kontrol atas semua pasukan militer Britania, presiden hanya bisa memaksakan kendali atas milisi negara untuk "melaksanakan Undang-Undang Uni, menekan hara, dan menolak Invasi" (Amar 187). Sementara raja Inggris pengampunan bisa siapa pun dia berharap, presiden AS hanya bisa memaafkan pelanggaran federal, dan dibatasi dari kemampuan untuk menggunakan kekuasaan untuk mengampuni mereka meniadakan biaya impeachment.
Bagian dua terus untuk menggambarkan beberapa daerah di mana presiden adalah untuk berbagi kekuasaan dengan Kongres. Meskipun presiden diberikan kemampuan untuk membuat perjanjian dan untuk mencalonkan anggota cabang eksekutif, Mahkamah Agung, dan kantor-kantor lainnya tidak secara tegas diatur dalam konstitusi, kesepakatan dan persetujuan dari dua pertiga anggota Senat diperlukan untuk setiap perjanjian atau nominasi untuk menjadi efektif. Hal ini melanggar Konstitusi AS dari Model Inggris sepihak kontrol di bawah raja dengan "Senat memberikan sebagian dari kekuasaan eksekutif secara tradisional - sama seperti Pasal I memberikan presiden beberapa kekuasaan legislatif melalui klausul hak veto" (Amar 190).

Bagian 3 Pasal II mewajibkan presiden untuk memberitahu Kongres mengenai keadaan kesatuan dan untuk merekomendasikan langkah-langkah yang mereka anggap perlu dan bijaksana; "untuk mengadakan Kongres dalam keadaan darurat; untuk menerima diplomat asing, untuk 'berhati-hati bahwa hukum dilaksanakan dengan setia ; 'dan untuk komisi semua pejabat eksekutif dan yudisial "(Amar 195).

Bagian terakhir Pasal II memberikan cek yang paling signifikan untuk kekuasaan presiden, "Presiden, Wakil Presiden, dan semua pejabat sipil Amerika Serikat, akan diberhentikan dari jabatannya, pada impeachment untuk dan keyakinan pengkhianatan, penyuapan, atau lainnya kejahatan dan pelanggaran hukum ringan tinggi "(Library of Congress). Sementara hukum Inggris tidak memiliki mekanisme apapun untuk mengusir raja yang buruk, impeachment gaya Amerika membuat presiden, juga sebagai anggota kabinet, bertanggung jawab atas kesalahan pribadi ketika menjabat sebagai pemimpin bangsa. Meskipun dipercayakan dengan kekuatan besar, presiden "akan tetap diperiksa oleh DPR dan Senat, sebagai rakyat Amerika memandang, siap untuk memberikan penilaian politik tertinggi pada semua yang bersangkutan" (Amar 204).

Sejak penciptaan dan ratifikasi dari Konstitusi Amerika Serikat, ruang lingkup kekuasaan presiden telah berubah secara dramatis. Tidak mengherankan, mengingat singkatnya Pasal II dari Konstitusi Amerika Serikat. Meskipun agak tepat batas ditetapkan pada kekuasaan legislatif dan yudikatif, tidak ada batas seperti mengatur eksekutif. Hal ini dalam konstitusi samar-samar ini deskripsi yang "meletakkan benih dari posisi yang jauh lebih kuat, yang telah berkembang melalui elaborasi dari kekuasaan yang disebutkan eksplisit serta penafsiran yang tersirat dan melekat kekuatan" (Pika maltese 3). Konstitusi's ambiguitas mengenai keterbatasan tindakan presiden telah menyebabkan beberapa teori kontras kekuasaan presiden: teori konstitusional, pelayanan mereka teori, dan teori hak prerogatif.

Pendukung teori konstitusional kekuasaan presiden berpendapat bahwa kekuasaan presiden sangat terbatas. Mereka percaya kekuasaan eksekutif hanya terdiri dari orang-orang secara khusus disebutkan dalam konstitusi atau diberikan melalui suatu tindakan Kongres. Menurut William Howard Taft, "tidak ada terdefinisikan residuum kekuasaan yang ia dapat latihan karena tampaknya dia berada dalam kepentingan publik ... [presiden kekuasaan] harus dapat dibenarkan dan dibuktikan oleh afirmatif konstitusional ... penyediaan" (Pika Maltese 13) . Tindakan presiden Amerika Serikat ke Perang Saudara menyampaikan keinginan bersama untuk menegakkan penafsiran harfiah seperti kekuasaan presiden seperti yang ditetapkan oleh konstitusi.

Teddy Roosevelt berfungsi sebagai contoh yang baik seseorang yang berlangganan ke teori pelayanan. Ia memelihara kepercayaan bahwa seorang presiden AS bisa melakukan apa saja yang tidak tegas dilarang dalam Konstitusi atau oleh undang-undang yang disahkan oleh Kongres bekerja di dalam kewenangan konstitusional. Seperti Roosevelt menyatakan dalam otobiografinya, "saya lakukan dan menyebabkan harus dilakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dilakukan oleh Presiden ... aku tidak merebut kekuasaan, tapi aku amat memperluas penggunaan kekuasaan eksekutif" (Pika Maltese 14). Seperti kata-kata ini menunjukkan, maksud dari pelayan presiden adalah untuk meninggalkan kantor dalam kondisi yang lebih baik daripada ketika mereka menganggap kekuasaan.

Ini adalah hak prerogatif . Namun teori, yang memperluas jangkauan kekuasaan luas kepada presiden. Dalam esainya "The Second Treatise of Government," John Locke mendefinisikan konsep kekuasaan prerogatif sebagai kekuatan "untuk bertindak sesuai dengan kebijaksanaan untuk kepentingan umum, tanpa resep dari hukum, dan kadang-kadang bahkan menentangnya." (Pika maltese 14). Teori hak prerogatif presiden meningkatkan kekuatan untuk mencakup kemampuan untuk melakukan tindakan yang secara eksplisit dilarang, seharusnya mereka dianggap dalam kepentingan nasional. Kekuasaan seperti yang dilaksanakan oleh Abraham Lincoln selama Perang Saudara, "ia memohon kepada kebutuhan militer, dan menyatakan bahwa Konstitusi Komandan-in-Chief Klausul ... dan Perawatan Take-Ayat ... dikombinasikan untuk menciptakan sebuah 'kekuatan perang' untuk presiden yang hampir tak terbatas; "dan dibawa lebih jauh satu abad kemudian, ketika Richard Nixon menyatakan" [W] hen Presiden melakukannya, itu berarti bahwa itu tidak ilegal "(Pika Maltese 15).

Ambiguitas Pasal II dari Konstitusi Amerika Serikat dimungkinkan reinterpretations seperti kekuasaan presiden; reinterpretations yang mengarah ke diperluas secara substansial kepresidenan modern. Tanggung jawab sebagai presiden telah meningkat secara signifikan sejak kelahiran bangsa, beberapa reinterpretasi keterbatasan Konstitusi ditempatkan pada kantor kekuasaan telah diperlukan. Namun, seperti Nixon, berbagai presiden telah mengambil mereka "reinterpretasi" melampaui apa yang mungkin dianggap sah. Individu-individu inilah yang memaksa orang mempertanyakan apakah bijaksana untuk meninggalkan parameter dari peran presiden sangat terbuka untuk interpretasi. Meskipun Undang-Undang Dasar ini dibuat dengan tujuan menyatukan bangsa, sementara mencegah pemerintah nasional dari menyerupai yang datang dari Kerajaan Inggris, terus-menerus perluasan kekuasaan presiden dan presiden, terutama akhir-akhir ini, mendorong Amerika Serikat semakin dekat untuk menjadi seperti kerajaan yang despotik para nenek moyang begitu gagah berani berjuang.

Referensi

Library of Congress (1787). Konstitusi Amerika Serikat. 21 April 2008.

Amar, Akhil Reed. Amerika Konstitusi: A Biography. New York: Random House Trade Paperbacks 2005.

Pika, Joseph A. Malta, John Anthony. Politik Kepresidenan. D.C. Washington: CQ Press 2006.

Possibly related posts: (automatically generated)

* Bangkrut NEGARA = CON-CON & NEWSTATE KONSTITUSI
* Pemberontakan di Empire State (yang demonisasi Kapitalisme, Bagian II)
* Ketua putusan pengadilan Marshall singkat



Sumber dari:
-www.uhuh.com/contitution/article2.htm
-www.wiki.answers.com/
-www.townhall.com
-www.thepoliticsofempire.wordpress.com/